Minggu, 11 Mei 2008

Personality Merk

Merk adalah benda mati. Extra Joss tidak lebih dari sekedar minuman. Mont Blanc hanya pena dan Nokia hanyalah ponsel. Betul-betul benda mati. Namun dengan segala perangkat dan kekuatan branding yang mereka kerahkan, kini kita mengakui Extra Joss sebagai merk berciri tangguh, Mont Blanc elegan dan Nokia cool.

Merk akan tetap menjadi benda mati bila kita belum membentuk personality-nya. Dengan menghidupkan merk, akan muncul emotional bond dengan pelanggan yang pada akhirnya menumbuhkan loyalitas terhadap merk tertentu. Ketika Golkar berkesan Suhartois, PDI memilih Sukarnois. Ketika IBM serius, Apple memilih santai.

Untuk bisa begitu dekat dengan konsumen Telkomsel membangun banyak BTS dan mengklaim telah menjangkau seluruh kota kecamatan seluruh Indonesia. Demi syariah, Bank Muamalat mengedepankan sistem profit sharing, bukan interest. Demi menjadi kokoh Harley Davidson memperbesar ukuran dan suara mesinnya.

Untuk menyempurnakan personality-nya, merk musti dihumanisasi. Ini adalah saran Paul Temporal, pakar merk Asia. Mercedez adalah pengusaha mapan yang peduli penampilan, Kijang adalah seorang ayah yang mencintai keluarganya. Yamaha Mio adalah gadis belia yang mandiri. Sehingga pelanggan sampai berpikir dalam bahwa "Yamaha mio kan gue banget..."

Misalkan kita buka cafe untuk ABG, personality-nya bisa saja dibentuk dengan memajang gitar listrik dan poster boy band. Lagu-lagu yang diputar, seragam pelayan, nama menu dan lain-lainnya klop dengan selera ABG. Diharapkan para ABG dapat melihat diri mereka pada merk cafe kita.

Tanpa personality, merk bagai manusia tanpa kepribadian.
Sederhana saja kan..?

Tidak ada komentar: