Menurut Wikipedia. Emosi adalah adaptasi evolusi, karena meningkatkan kemampuan organisme untuk mengalami dan mengevaluasi lingkungannya dan kemudian menambah kemungkinan hidup dan bereproduksi, dengan mempersiapkan rencana sederhana untuk berbagai tingkah yang diperlukan, seperti mendekati atau menjauhi obyek yang (tidak) bisa dicerna, bersaing bersama organisme lain atau lari jika organisme itu terlalu kuat (kemarahan vs. ketakutan), dan membentuk atau kehilangan ikatan kooperatif berdasarkan pada altruisme berbalasan (kebanggaan vs. kesedihan) dengan organisme lain.
Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'. "Motivasi" juga diturunkan dari movere.
Selain Emosi manusia juga memiliki pikiran atau rasio. Manakah yang lebih penting diantara keduanya? Manusia tanpa emosi adalah benda, manusia tanpa rasio adalah hewan. Sekarang yang menjadi masalah adalah seberapa besar kadar komposisi dari emosi dan rasio yang ada dalam diri tiap manusia. Emosi memiliki sifat yang positif maupun negatif. Emosi positif seperti cinta, kasih sayang, rasa, seni, dsb. Emosi negatif seperti marah, arogan, iri hati, benci, dendam, dsb.
Rasio adalah akal sehat yang memungkinkan manusia lebih dari mahluk hidup lainnya. Rasiopun ada yang positif dan bersifat membangun, dan rasio negatif bersifat merusak, baik untuk diri sendiri ataupun kepada orang lain atau lingkungan.
Sebagai manusia, maka komposisi manakah yang paling sesuai dengan diri kita?
1. Emosi > Rasio
Realitas sekarang dimana kita selalu mengutamakan emosi daripada nalar, apa bedanya dengan hewan? Karena hewan lebih mengutamakan emosi / naluri / insting. Bisakah kita belajar bijaksana kalau emosi > rasio ?
2. Emosi = Rasio
Pada tingkat ini terjadi keseimbangan antara emosi dan rasio. Mungkin kita akan menjadi manusia yang lebih manusiawi. Tetapi disini mungkin pula akan terjadi konflik batin karena kadar emosi dan rasio sama besar, sehingga masing-masing memiliki kepentingan yang sama.
3. Emosi <>
Inilah tingkat paling ideal bagi kita manusia. Pada tingkat ini kita dapat memegang kendali terhadap masalah yang timbul dari luar diri kita atau lingkungan. Disini kita akan banyak belajar untuk lebih matang, dewasa dan bijaksana.
Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di Centre for Neural Science di New York University, melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan peran penting dari amigdala. Amigdala adalah sekelompok sel berbentuk seperti kacang almond yang bertumpu di batang otak, dan berfungsi memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi. Rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan sebagainya bergantung pada amigdala ini. Peran amigdala bisa menjelaskan mengapa emosi bisa mengalahkan rasio. Hal ini terjadi, karena amigdala mampu mengambil alih kendali tindakan, sewaktu otak masih menyusun keputusan. Kemungkinan 'pembajakan' emosi ini lebih besar terjadi pada orang yang memiliki kecerdasan emosi rendah.
Pengeksplorasian emosi oleh seorang marketer bisa dibilang sebagai suatu kejahatan yang tidak bisa dilarang dan halal. Dimana fokus utama seorang pemasar adalah bagaimana caranya konsumen itu berubah menjadi binatang yang lebih mengutamakan naluri dan mengabaikan rasio ketika kita tawarkan suatu produk. Perangsangan nafsu agar amigdala mempu memotong jalur informasi rasio di otak menjadi senjata utama dalam pencapaian target penjualan. Setelah emosi itu bisa menguasai pola pikir konsumen, tugas selanjutnya adalah bagaimana kondisi itu tidak berubah mengingat emosi adalah sesuatu yang sangat tidak stabil dan gampang sekali berubah.
Inilah pelajaran kedua buat saya yang lumayan terasa berat. Tapi demi kata, Change!!! Saya harus bisa belajar menjadi si raja tega. Tentu saja dalam porsi yang tepat dalam khazanah marketing, bukan dalam artian sewenang-wenang terhadap terhadap orang lain.
Rasio adalah akal sehat yang memungkinkan manusia lebih dari mahluk hidup lainnya. Rasiopun ada yang positif dan bersifat membangun, dan rasio negatif bersifat merusak, baik untuk diri sendiri ataupun kepada orang lain atau lingkungan.
Sebagai manusia, maka komposisi manakah yang paling sesuai dengan diri kita?
1. Emosi > Rasio
Realitas sekarang dimana kita selalu mengutamakan emosi daripada nalar, apa bedanya dengan hewan? Karena hewan lebih mengutamakan emosi / naluri / insting. Bisakah kita belajar bijaksana kalau emosi > rasio ?
2. Emosi = Rasio
Pada tingkat ini terjadi keseimbangan antara emosi dan rasio. Mungkin kita akan menjadi manusia yang lebih manusiawi. Tetapi disini mungkin pula akan terjadi konflik batin karena kadar emosi dan rasio sama besar, sehingga masing-masing memiliki kepentingan yang sama.
3. Emosi <>
Inilah tingkat paling ideal bagi kita manusia. Pada tingkat ini kita dapat memegang kendali terhadap masalah yang timbul dari luar diri kita atau lingkungan. Disini kita akan banyak belajar untuk lebih matang, dewasa dan bijaksana.
Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di Centre for Neural Science di New York University, melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan peran penting dari amigdala. Amigdala adalah sekelompok sel berbentuk seperti kacang almond yang bertumpu di batang otak, dan berfungsi memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi. Rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan sebagainya bergantung pada amigdala ini. Peran amigdala bisa menjelaskan mengapa emosi bisa mengalahkan rasio. Hal ini terjadi, karena amigdala mampu mengambil alih kendali tindakan, sewaktu otak masih menyusun keputusan. Kemungkinan 'pembajakan' emosi ini lebih besar terjadi pada orang yang memiliki kecerdasan emosi rendah.
Pengeksplorasian emosi oleh seorang marketer bisa dibilang sebagai suatu kejahatan yang tidak bisa dilarang dan halal. Dimana fokus utama seorang pemasar adalah bagaimana caranya konsumen itu berubah menjadi binatang yang lebih mengutamakan naluri dan mengabaikan rasio ketika kita tawarkan suatu produk. Perangsangan nafsu agar amigdala mempu memotong jalur informasi rasio di otak menjadi senjata utama dalam pencapaian target penjualan. Setelah emosi itu bisa menguasai pola pikir konsumen, tugas selanjutnya adalah bagaimana kondisi itu tidak berubah mengingat emosi adalah sesuatu yang sangat tidak stabil dan gampang sekali berubah.
Inilah pelajaran kedua buat saya yang lumayan terasa berat. Tapi demi kata, Change!!! Saya harus bisa belajar menjadi si raja tega. Tentu saja dalam porsi yang tepat dalam khazanah marketing, bukan dalam artian sewenang-wenang terhadap terhadap orang lain.
Harus dicoba...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar